Senin, 23 Agustus 2021

MARKUS 7 : 17 - 23

Kotbah Minggu, 29 Agustus 2021 Markus 7 : 17 – 23 Topik: Tuhan mengetahui isi hatimu. . 7:17 Sesudah Ia masuk ke sebuah rumah untuk menyingkir dari orang banyak, murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya tentang arti perumpamaan itu. 7:18 Maka jawab-Nya: "Apakah kamu juga tidak dapat memahaminya? Tidak tahukah kamu bahwa segala sesuatu dari luar yang masuk ke dalam seseorang tidak dapat menajiskannya, 7:19 karena bukan masuk ke dalam hati tetapi ke dalam perutnya, lalu dibuang di jamban?" Dengan demikian Ia menyatakan semua makanan halal. 7:20 Kata-Nya lagi: "Apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya, 7:21 sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, 7:22 perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan. 7:23 Semua hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang." . . Saudaraku, Dilatar-belakangi oleh “perseteruan” antara Yesus dengan orang Farisi serta para ahli taurat, tentang hal najis dan tidak najis. Baiklah kita sederhanakan bahasa ini, yaitu tentang hidup kudus dan tidak kudus. Memang benar, di dalam Perjanjian Lama kususnya kelima kitab Musa, atau yang biasa disebut dengan taurat, ada terdapat aturan tentang hidup najis dan tidak najis. Diharapkan agar bangsa Israel hidup dengan teratur di tanah Kanaan jika mereka sudah memasukinya. Sesudah mereka tinggal di Kanaan, maka para ahli taurat serta Farisi membuat berbagai aturan tambahan di luar taurat, yang disebut dengan Halakha (yaitu aturan-aturan mengenai praktek hidup setiap hari). Salah satunya adalah perihal najis dan tidak najis jika makan tanpa terlebih dahulu mencuci tangan. Aturan ini terus-menerus mereka gadang-gadang untuk dijalankan, hingga terkadang nilainya lebih tinggi dari hukum taurat itu sendiri. Dari berbagai tafsiran, barangkali posisi Yesus ada di Kapernaum saat Ia “masuk ke sebuah rumah”. Yesus sendiri jarang tinggal di Yerusalem. Biasanya Yerusalem adalah tempat tinggal para ahli taurat dan Farisi karena dekat dengan Bait Allah. Kemudian orang Farisi dan ahli taurat datang dari Yerusalem untuk menemui Yesus (ay 1). Entah apa tujuan mereka jauh-jauh datang dari Yerusalem ingin bertemu dengan Yesus. Tapi pertemuan itu kini menghasilkan perdebatan. Yang satu berkata bahwa seseorang akan najis karena makan tanpa terlebih dahulu mencuci tangan. Lantas Yesus pun mengkritisi pernyataan itu. Memang benar, bahwa lebih baik mencuci tangan terlebih dahulu jika ingin makan. Tapi kebaikan itu mungkin hanya sebatas dari sudut pandang etika dan kesehatan. Seseorang yang makan tanpa terlebih dahulu mencuci tangan, dapat mengakibatkan kuman yang ada di tangan ikut termakan dan mungkin dapat mengakibatkan sakit perut atau diare. Para ahli taurat dan Farisi mengklaim bahwa murid-murid Yesus sudah pasti najis karena mereka makan tanpa mencuci tangan terlebih dahulu. Makanan itu juga sudah najis karena dipegang oleh tangan yang najis. Inilah yang dikritik oleh Yesus dengan berkata: Apa pun dari luar, yang masuk ke dalam seseorang, tidak dapat menajiskannya, tetapi apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya." Memang Yesus tidak memberikan rincian kepada para ahli taurat tersebut sebab demikianlah kita menemukannya dalam kitab Markus ini. Hingga Yesus segera menyingkir dan masuk ke dalam sebuah rumah. Entah mengapa, mungkin para murid menjadi penasaran oleh karena perdebatan itu sehingga mereka bertanya kepada Yesus. Namun Yesus malah balik bertanya kepada para muridNya: Apakah kamu juga tidak dapat memahaminya (ay 18)? Lantas Yesus pun mengulang dan memperjelas makna percakapannya dengan para ahli taurat serta Farisi. Kira-kira demikianlah (mungkin) penjelasan Yesus: Tangan yang tidak dicuci, tidak serta merta menajiskan seseorang, sekaligus tidak juga menajiskan makanan yang disentuh. Hal najis dan tidak najis adalah perkara hati, bukan perkara perut. Makanan itu hanya masuk ke dalam perut dan bukan ke dalam hati. Makanan itu kemudian akan diolah di dalam perut dan sisa makanan itu akan keluar sebagai kotoran dan dibuang di jamban. Tidak ada hubungannya dengan najis dan tidak najis. Maka yang masuk ke dalam tubuh tidak dapat menajiskan tubuh. Yang menajiskan tubuh adalah apa yang keluar dari dalam hati (ay 20+23), yaitu: pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan (ay 21-22). Perilaku jahat manusialah yang menjadikan manusia itu menjadi najis sebab itu semua berasal dari hati. Hatilah yang mengeluarkan perilaku jahat itu, bukan perut. Perut hanya mengolah makanan. Tetapi kotoran yang sesungguhnya adalah apa yang dikeluarkan oleh hati yaitu berbagai kejahatan (ay 21-22). Itulah yang menjadikan manusia menjadi najis. Saudaraku, Ada beberapa teladan yang kita temukan dari kotbah ini: Pertama: Memang dari segi kesehatan, adalah baik jika kita makan dengan terlebih dahulu mencuci tangan. Apalagi sekarang ini dunia sedang dilanda pandemic. Salah satu protokol kesehatan yang harus kita jalankan adalah sesering mungkin harus mencuci tangan agar kuman atau virus tidak masuk ke dalam tubuh. Seseorang dapat terserang penyakit jika makan tanpa mencuci tangan, seperti diare serta thypus. Tentu kita tidak menginginkan penyakit menyerang tubuh kita. Maka penting bagi kita untuk selalu menjaga kebersihan tubuh. Kedua: Anggapan para ahli taurat dan Farisi yang mengatakan bahwa: Seseorang akan najis jika makan dengan tangan yang tidak dicuci. Pun makanan yang disentuh itu juga sudah najis. Perkataan itu kini dikritik Yesus, bahwa makan dengan tangan yang tidak dicuci, tidak menajiskan tubuh. Makanan itu pun juga tidak najis. Sebab makanan hanya masuk ke dalam perut. Setiap yang masuk ke dalam perut, tidak dapat menajiskan manusia. Sekali lagi, yang masuk ke dalam perut, tidak dapat menajiskan manusia. Urusan perut jangan disamakan dengan urusan hati. Atau sebaliknya, dengan mencuci tangan pun tidak serta merta mampu menguduskan hidup manusia. Pun makanan tidak dapat menguduskan hidup manusia. Satu-satunya yang dapat menguduskan hidup manusia adalah darah Kristus. Kristus saja yang berkuasa menguduskan manusia. Itulah panggilan kudus bagi kita (Bnd: 2 Tim 1 : 9). Percaya atas pengorbanan Yesus yang telah membebaskan dan menguduskan kita dari dosa. Bukan makanan atau dengan mencuci tangan. Maka hiduplah sesuai panggilan Tuhan atas hidup kita sebab kita sudah dikuduskanNya. Ketiga: Yang menajiskan seseorang adalah apa yang bersumber dari dalam hatinya, dan muncul lewat perilaku, yaitu kejahatan. Antara lain adalah: pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan. Bukanah semua perbuatan-perbuatan ini yang menjadikan manusia tidak kudus? Keempat: Topik Minggu “Tuhan mengetahui isi hatimu”. Tentu Yesus mengetahui isi hati para ahli Taurat serta Farisi. Masakan mereka mau datang jauh-jauh dari Yerusalem ingin bertemu dengan Yesus? Niat mereka adalah ingin membunuh Yesus dengan cara terlebih dahulu menjebakNya lewat perilaku murid-muridNya yang dihubungkan dengan “adat” mencuci tangan. Perdebatan itu hanyalah “manuver” guna memuluskan rencana mereka agar Yesus segera ditangkap dan diadili. Itulah isi hati mereka dan itu juga yang menajiskan mereka. Tanpa sadar, mereka datang dan bertindak sebagai orang yang najis, namun merasa diri tidak najis. Bukankah kita banyak yang seperti itu? Merasa diri paling kudus dari pada orang lain. Tuhan tentu mengetahui apa isi hati kita. Kotbah ini menusuk tajam dan membedah isi hati kita, bahwa seseorang adalah apa yang ada di dalam hatinya. Entah niat kita jahat atau baik, tentu Tuhan mengetahuinya. Amin. Semoga Tuhan memberkati kita. #salam Walman Mulyadi Hutapea Blogspot

Sabtu, 21 Agustus 2021

MAZMUR 34 : 12 - 18

Kotbah Minggu, 22 Agustus 2021 Mazmur 34 : 12 – 18 Topik: Orang benar di mata Tuhan . 34:12 Marilah anak-anak, dengarkanlah aku, takut akan TUHAN akan kuajarkan kepadamu! 34:13 Siapakah orang yang menyukai hidup, yang mengingini umur panjang untuk menikmati yang baik? 34:14 Jagalah lidahmu terhadap yang jahat dan bibirmu terhadap ucapan-ucapan yang menipu; 34:15 jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik, carilah perdamaian dan berusahalah mendapatkannya! 34:16 Mata TUHAN tertuju kepada orang-orang benar, dan telinga-Nya kepada teriak mereka minta tolong; 34:17 wajah TUHAN menentang orang-orang yang berbuat jahat untuk melenyapkan ingatan kepada mereka dari muka bumi. 34:18 Apabila orang-orang benar itu berseru-seru, maka TUHAN mendengar, dan melepaskan mereka dari segala kesesakannya. . . Saudaraku Selamat berjumpa kembali, dan kiranya Tuhan selalu memberkati kita. Di dalam Alkitab, kita menemukan setidaknya 55 kata “takut akan Tuhan”. Dari berbagai kitab yang menyuarakan “takut akan Tuhan” nampaknya kitab Mazmur dan Amsal adalah yang lebih banyak menyuarakannya. Bahkan karena pentingnya hidup “takut akan Tuhan”, kitab Amsal menuliskannya di bagian pembuka kitabnya. Seberapa besarkah pengaruh kata “takut akan Tuhan” bagi hidup manusia, tentu orang yang menyuarakannya sudah mengalami dan bahkan menyaksikannya, hingga mengajak orang lain untuk juga “takut akan Tuhan”. Kata “takut akan Tuhan” bukan berarti sembunyi, gemetaran, menangis atau sejenisnya yang memiliki unsur fobia. Takut akan Tuhan adalah merupakan sikap hormat manusia karena Tuhan merupakan sumber kehidupan, kebaikan dan anugerah. Itu terbukti dalam hidup Daud sendiri, makanya dia mampu bersaksi atas kebaikan Tuhan tersebut. Dari garis keturunan, Daud sudah pasti tidak mungkin menjadi raja atas Israel, sebab dia berasal dari keluarga penggembala domba. Namun kenyataannya, Tuhan mengangkat Daud menjadi raja dan tidak ada manusia yang dapat menggagalkan pengukuhan tersebut. Sebelumnya Daud juga banyak mengalami bahaya ketika dia menggembalakan ternak orang tuanya, dan juga ketika dia memimpin setiap peperangan, namun Tuhan selalu melindunginya. Dari kisah singkat di atas, Daud bersaksi dan sekaligus juga mengajak kita agar memiliki hidup “takut akan Tuhan”. Saudaraku, Seperti seorang ayah yang diperhadapkan dengan anak-anaknya, demikianlah Daud sebagai raja mengajak setiap warganya agar takut akan Tuhan, supaya bangsa itu menikmati kebaikan (ay 13). Daud tidak menikmati sendiri kebaikan itu, tapi dia ikut mengajak orang lain agar sama-sama menikmati kebaikan dari Tuhan. Apa sajakah sifat dari orang yang takut akan Tuhan? 1. Menjaga lidah dan bibir agar tidak mengucapkan perkataan yang menipu. Ada banyak orang yang menjadi korban oleh karena ucapan penipuan. Tuhan menciptakan mulut manusia agar kiranya selalu mengucapkan kata-kata yang baik, tidak menghujat, tidak berbohong, atau menghasut. Demikian juga Paulus mengingatkan agar perkataan kita hendaknya selalu penuh kasih (Kolose 4 : 6). 2. Menjauhi kejahatan dan mencari kedamaian. Sejenak kita akan “meluncur” dulu ke zaman penciptaan Adam dan Hawa. Betapa setiap orang sangat mendambakan kedamaian dan kebahagiaan ada dalam hidupnya. “Mungkin” tidak ada di antara kita yang mengharapkan terjadi keributan, kejahatan, perselisihan, atau peperangan. Kita coba melihat manusia yang pertama Adam dan Hawa. Mereka ditempatkan di taman Firdaus, tempat yang penuh dengan kedamaian dan kesejahteraan. Walau mereka berdua tidak berpakaian sama sekali, tapi mereka merasa damai karena memang kekudusan Allah masih melingkupi mereka. Mereka tidak kedinginan dan tidak kelaparan sebab mereka hanya tinggal mengambil saja dari taman itu. Allah menyediakan apa saja yang mereka butuhkan. Itulah nikmatnya kalau hidup bersama dengan TUHAN. Hidup yang penuh dengan kedamaian. Sepanjang hari mereka tersenyum bahagia dan hidup penuh dengan kemesraan. Saling berpegangan tangan sambil berkeliling menikmati keindahan taman Eden. Mereka berdua hidup bagai pasangan sumpit. Kemana pun Adam berjalan, maka Hawa pasti ada di sampingnya. Sekarang, kita lihat lagi ketika mereka hidup di luar kendali Tuhan, sesudah jatuh ke dalam dosa. Apa yang terjadi? Mereka panik, Mereka sembunyi, Mereka malu, Mereka kacau, sebab ketika mata mereka terbuka, mereka menyadari kalau mereka “telanjang”, dan mereka kini hidup di bawah kendali iblis atau dosa. Akibatnya hilanglah kedamaian dan kejahatan pun tumbuh subur, hingga berakibat buruk sampai pada detik ini. Makanya dikatakan “jauhilah kejahatan” karena memang kejahatan itu sangat dekat dengan kita, hingga kita sangat mungkin berpotensi untuk berbuat jahat. Mengapa harus menjauhi kejahatan? Kita akan kembali melihat Adam dan Hawa. Ketika mereka melakukan yang jahat, maka reaksi pertama yang terjadi adalah mata mereka menjadi terbuka, dan mengetahui bahwa mereka telanjang, hingga mereka menjadi MALU. Demikian juga Firman ini menyapa kita saat ini agar menjauhi yang jahat supaya kita tidak MALU seperti Adam dan Hawa, tapi berbuat baiklah dan carilah kedamaian. Sebab orang-orang yang memiliki hati yang damai, bagaimana pun keadaannnya, ia akan ingat untuk selalu bersyukur kepada Tuhan. Walau hidupnya penuh dengan penderitaan, ia akan jalani hidup ini dengan keyakinan yang pasti bahwa Tuhan memiliki rencana yang indah. Sebab orang percaya mengerti ketika mereka berseru kepada Tuhan, maka Tuhan pasti mendengarkan seruan mereka dan melepaskan dari segala kesesakannya. Sekali lagi melepaskannya dari segala kesesakannya. (Ay. 18). Mata Tuhan tertuju kepada orang-orang benar. Banyak orang yang mau berpihak hanya kepada yang kuat dan kaya, daripada kepada orang-orang yang benar dan lemah, karena berharap akan memperoleh keuntungan atau sedikitnya bisa aman. Tapi Tuhan tidak pernah berkompromi dengan yang jahat atau kejahatan, sebab renungan ini jelas menjawab kalau Tuhan pasti melenyapkannya (ay. 17), dan kemalangan itu sendiri akan mematikannya (ay.22). Bagaimana pun kuatnya kuasa kejahatan, bagi Tuhan itu semuanya hanyalah debu tanah, yang bisa dengan sekejap terbang tak berbekas. Saudaraku, ada beberapa teladan dalam kotbah ini: Pertama: Sebagaimana Daud telah merasakan banyak anugerah oleh karena takut akan Tuhan, dia juga mengajak kita agar hidup oleh karena “takut akan Tuhan”. Hidup kita tentu berasal dari Tuhan, dan tentunya kita pun diajak untuk menghormati Tuhan si pemberi kehidupan. Maka jangan pernah putus hubungan dengan Tuhan. Diajak untuk mengajak. Dibebaskan untuk membebaskan. Diberkati untuk menjadi berkat. Kedua: “Takut akan Tuhan” mengajar kita agar hidup dengan benar. Hidup dengan benar sangat jelas dituliskan dalam kotbah ini yaitu menjaga mulut (perkataan), menjaga tubuh (menjauhi perilaku jahat), dan mencintai kedamaian. Ada banyak orang yang terbunuh oleh karena perkataan kita bisa saja mengandung hasutan, fitnah dan kebohongan. Maka baiklah mulut kita hanya digunakan untuk memuji Tuhan dan berkata dengan sopan. Ketiga: Orang benar bukan berarti tanpa penderitaan. Orang benar juga akan menderita karena akan ada banyak orang jahat yang akan melawannya. Namun kotbah ini berkata bahwa seruan orang benar akan didengar Tuhan, dan Tuhan akan membebaskannya. Bahkan Tuhan sendiri akan menentang orang yang berbuat jahat tersebut. Tuhan tidak tuli. Tuhan juga tidak tidur. Tuhan pasti mendengar dan membebaskan orang benar (topik Minggu). Semoga Tuhan memberkati kita. Amin. #salam #wmhutapea #walman_mulyadi_hutapea.blogspot

Jumat, 13 Agustus 2021

Yohanes 8 : 30 - 36

 

Kotbah Minggu 15 Agustus 2021

Yohanes 8 : 30 – 36

Topik: Allah yang memerdekakan.

.

8:30 Setelah Yesus mengatakan semuanya itu, banyak orang percaya kepada-Nya.

8:31 Maka kata-Nya kepada orang-orang Yahudi yang percaya kepada-Nya: "Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku

8:32 dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu."

8:33 Jawab mereka: "Kami adalah keturunan Abraham dan tidak pernah menjadi hamba siapa pun. Bagaimana Engkau dapat berkata: Kamu akan merdeka?"

8:34 Kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang berbuat dosa, adalah hamba dosa.

8:35 Dan hamba tidak tetap tinggal dalam rumah, tetapi anak tetap tinggal dalam rumah.

8:36 Jadi apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamu pun benar-benar merdeka."

.

.

Salam sejatera bagi kita semua yang dikasihi Tuhan Yesus.

Jaga jarak, cuci tangan, pakai masker, hindari kerumunan dan berdoa agar kita semuanya dalam keadaan sehat.

 

Saudaraku

Tuhan setiap saat menyapa kita dengan sabdaNya, kiranya iman kita teguh dan yakin akan pertolongan Tuhan, walau kita semua sedang berjuang untuk bersama-sama keluar dari masa sulit oleh karena pandemic. Saya juga ucapkan turut berduka cita jika ada di antara keluarga kita yang meninggal oleh karena covid. Bagi yang masih menjalani perawatan di Rumah Sakit dan di rumah sendiri, kiranya kesehatannya Tuhan pulihkan. Amin.

 

Saudaraku,

Hari ini, kita sudah memasuki masa akhir pekan, dan tentunya besok Minggu 15/08/2021, kita akan mendengarkan sabda Tuhan di gereja. Untuk itu, saya mencoba membagikan tulisan kotbah yang kurang berguna ini, sebagai “suguhan” awal sebelum kita memasuki ibadah Minggu besok. Tentu masih jauh dari apa yang diharapkan, namun kiranya dapat berguna untuk kita semua.

 

Saudaraku,

Ada perbedaan kitab Yohanes dengan ketiga kitab Injil lainnya. Kitab ini dituliskan untuk melawan aliran Gnostisisme yang sudah berkembang saat itu. Aliran ini mengutamakan logika berpikir dan menolak ketuhanan Yesus. Itu makanya, kitab ini tidak dibuka dengan pemberitaan tentang garis keturunan atau silsilah Yesus, sebagaimana yang tertera dalam ketiga Injil lainnya. Yang diutamakan kitab Yohanes adalah pemberitaan bahwa Yesus adalah Firman Allah yang menjelma menjadi manusia (Yoh 1 : 1 – 4, & 14).

 

Saudaraku

Ketika Yesus berbicara atau berkotbah, akan ada orang yang percaya dan sekaligus menyangkalNya. Akan ada juga orang yang mengikutiNya untuk alasan masing-masing. Entah itu sekadar untuk melihat Yesus, melihat muzijat atau mengintip kesalahanNya untuk ditangkap dan dibunuh. Sikap kita zaman sekarang ini juga begitu. Belum tentu kita benar-benar percaya dan mengasihi Yesus.

 

Kotbah ini diawali dengan kalimat: ketika Yesus berbicara, maka banyaklah orang yang menjadi percaya. Namun Yesus mengingatkan kembali, bahwa: jika ingin benar-benar menjadi murid Yesus, maka seseorang harus tetap di dalam Firman Tuhan (ay 31). Menetap artinya hidup oleh karena FirmanNya saja. Dibutuhkan kehati-hatian untuk memahami perkataan ini. Kita harus kembali kepada pasal pembuka kitab Yohanes ini.

 

Pada mulanya adalah Firman, dan Firman itu bersama-sama dengan Allah, dan Firman itu adalah Allah (1 : 1), dan Firman itu menjadi manusia (1 : 14), yaitu Yesus.  Yesus adalah wujud Allah yang tinggal bersama dan di tengah-tengah manusia. Itu makanya Yesus sering berkata Aku adalah jalan, kebenaran, kehidupan, pintu, gembala dll. Dalam istilah Yunani disebut “Ego Eimi”. Maka setiap orang yang menjadi murid Yesus, harus benar-benar tetap dalam FirmanNya. Setiap perkataan yang diucapkan Yesus adalah pesan dari Bapa yang mengutusNya. Allah menganugerahkan keselamatan lewat Yesus. Yang percaya kepada Yesus sebagai kebenaran, dan menerima serta menetap di dalam FirmanNya, dialah yang layak menjadi murid Yesus, dan dia jugalah yang akan menerima keselamatan.

 

Perdebatan saat itu adalah bahwa bangsa Yahudi sudah merasa merdeka sebab mereka adalah keturunan Abraham (ay 33). Namun Yesus tiba-tiba berkata: kebenaran itu akan memerdekakan kamu (ay 32). Inilah salah satu alasan mengapa kaum Farisi dan Ahli Taurat berupaya sekuat mungkin untuk menyalibkan Yesus. Mereka menuduh bahwa Yesus telah menghujat Allah. Ini merupakan penghinaan. Bagaimana mungkin Yesus dapat membebaskan bangsa kami pada hal bangsa kami tidak pernah menjadi hamba siapa pun. Itulah perlawanan mereka kepada Yesus.

 

Saudaraku, ini merupakan sikap sombong dan arogan. Bukankah saat itu juga bangsa Israel sedang dijajah oleh Romawi? Mereka tidak mengaku dan tidak sadar bahwa saat itu juga mereka sedang dijajah. Mereka memelihara sikap sombong karena mereka adalah keturunan Abraham. Mungkin sikap kita saat ini juga seperti itu. Kita merasa bahwa kita tidak sedang dijajah, pada hal nyata-nyata kita sedang menderita oleh kareja terjajah. Banyak hal dalam bentuk yang berbeda sedang menjajah kita.

 

Kemudian Yesus pun menjawab: setiap orang yang berbuat dosa, adalah hamba dosa.

Inilah kenyataan bahwa bangsa Israel telah menyombongkan status sebagai keturunan Abraham. Mereka menyamakan diri dengan Abraham. Mereka merasa bahwa mereka sudah merdeka oleh karena mereka adalah keturunan Abraham. Justru sikap seperti itu telah menunjukkan sikap arogan dan sombong, yang merupakan buah dosa dan kejahatan, hingga mereka berencana menangkap dan membunuh Yesus. Bukankah sikap seperti itu telah menunjukkan bahwa mereka adalah hamba dosa? Merasa tidak diperhamba dosa namun kenyataannya adalah hamba dosa. Orang yang sudah diperhamba maka akan sulit baginya untuk membebaskan diri dari perhambaan itu. Makanya Yesus datang membebaskan manusia dari perhambaan dosa, dengan memberikan diri disalibkan, agar manusia benar-benar merdeka.

 

Yesus menggambarkan perbedaan anak kandung dengan hamba (ay 35 – 36): bahwa anak akan tetap tinggal di rumah sementara hamba tidak. Walau pun mereka boleh tinggal bersama (anak dan hamba), namun anak kandunglah yang berhak dan menetap di dalamnya. Hamba bisa saja diusir dengan tiba-tiba oleh anak kandung tersebut. Demikian juga dengan Yesus, bahwa sebagai Anak Allah, Dia berkuasa membebaskan manusia dari perbudakan dosa. Bukan hanya sebatas merdeka, namun benar-benar merdeka dan memperoleh kehidupan.

 

Saudaraku,

Ada beberapa teladan yang kita temukan dalam kotbah ini:

Pertama: Yesus adalah kepastian atas keselamatan manusia dari perbudakan dosa. Oleh sebab itu, setiap orang yang tinggal di dalam Firman atau Yesus, maka tidak akan diperhamba dosa. Orang yang percaya kepada Yesus telah memperoleh keselamatan dan anugerah. Bukan berarti tidak ada lagi pergumulan hidup, namun anugerah terbesar adalah dosa tidak lagi memperhamba manusia yang percaya kepada Yesus. Setiap orang percaya akan dikuatkan oleh Firman Tuhan sebab Yesus adalah penolongnya.

 

Kedua: Status sebagai keturunan Abraham tidak serta merta memerdekakan bangsa Israel dari perbudakan dosa. Meyombongkan status hanya akan membawa manusia semakin diperhamba oleh dosa. Demikian juga dengan kita, bahwa menyombongkan status kita sebagai seorang Kristen tidak serta merta membawa kita kepada kemerdekaan. Justru Yesus akan menghardik kita jika kita selalu menyombongkan status. Inilah yang disebut dengan kesombongan rohani. Untuk apa memiliki status Kristen jika pola hidup kita tidak mencerminkan bahwa kita adalah pengikut Kristus?

 

Ketiga: Menjadi murid Yesus tentu memiliki syarat. Syarat utama adalah mencintai Firman Tuhan. Tanpa Firman Tuhan maka kita hanya akan disebut sebagai hamba dosa. Agar kita disebut sebagai anak dan tinggal menetap di dalam rumah, maka Yesus membawa tebusan kepada kita yang sudah diperhamba dosa, agar kita memperoleh keselamatan dan kemerdekaan, hingga kita diangkatNya menjadi anak-Nya. Sekali menjadi anak, maka teruslah menjadi anak Tuhan. Jangan lagi mau diperbudak dosa. Sekali merdeka, tetap merdeka. Itulah Allah di dalam Yesus, yang telah memerdekakan kita.

 

Keempat: jika sudah dimerdekakan, maka tugas kita adalah membawa kemerdekaan itu kepada umat manusia. Jangan sombong jika kita sudah merdeka, namun tetaplah mensyukurinya karena itu adalah anugerah Tuhan yang terbesar. Dan lagi, jika sudah dimerdekakan, jangan memperhamba orang lain. Terlebih saat ini kita sedang berjuang melawan pandemic, mari kita saling memnolong dan mendoakan, agar kita sama-sama merdeka dari ancaman pandemic ini. tuhan kiranya memberkati kita semua, amin.

 

#salam

#wmhutapea